Selasa, Januari 14, 2014

Deskripsi Wilayah Kerja Penyuluh Budaya 2013-2015



DESKRIPSI WILAYAH KERJA
KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

A.   LOKASI
Kabupaten Hulu Sungai Selatan adalah salah satu Kabupaten di Kalimantan Selatan. Ibukota sekaligus pusat pemerintahan terletak di Kandangan. Hulu Sungai Selatan memiliki luas sekitar 1.804.94 km² dan berpenduduk sekitar 213.747 jiwa (hasil estimasi Penduduk 2011 hasil SP 2010)[1].
Secara geografis letak kabupaten HSS terletak 135 km arah utara Banjarmasin ibukota Kalsel. Adapun batas wilayahnya sebagai berikut:








Secara astronomis letak Kabupaten HSS berada pada -02°29’59”sampai dengan -02°56’10” Lintang Selatan dan 114°51’19”sampai dengan 115°36’19” Bujur Timur.
Kabupaten HSS berada di pertengahan Provinsi Kalimantan Selatan dan ditetapkan sebagai pusat dari pengembangan Sub Wilayah Banua Lima yaitu  Kabupatn Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, dan Tabalong. namun sekarang berubah mejadi Banua Enam ditambah Kabupaten Balangan. Daerah ini merupakan daerah yang dilalui jalur trans Kalimantan menuju Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Kabupaten HSS juga merupakan salah satu hinterland dari kawasan pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Batulicin, yaitu dengan dibangunnya jalan transportasi darat poros Kandangan-Batulicin (Kabupaten Tanah Bumbu).
Kabupaten HSS terbagi menjadi sebelas kecamatan yaitu Padang Batung, Telaga Langsat, Loksado, Angkinang, Kandangan, Sungai Raya, Simpr, Kalumpang, Daha Barat, Daha Utara, dan Daha Selatan. Kecamatan Loksado merupakan kecamatan terluas yaitu memiliki luas 338,89 km² atau 1,78 persen dari wilayah Kabupaten HSS, sementara kecamatan yang paling kecil adalah Kecaatan Telaga langsat yang memiliki luas 58,08 km² atau 3,22 persen dari wilayah Kabupaten HSS.


B.  LAMBANG DAN ARTINYA



Sebuah perisai bersudut lima dengan warna biru tua:
·         Sudut lima melambangkan Dasar Negara Pancasila
·         Perisai melambangkan kewaspadaan
·         Di dalam perisai tersebut terdapat lukisan-lukisan
1. Mesjid bertingkat tiga, beratap (bubungan) runcing, tongkat sebanyak 13 buah dan pintu sebanyak 3 buah dengan warna putih :
·Mesjid melambangkan keagamaan yang sudah menjadi watak dari Rakyat Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan kerukunan serta musyawarah.
·Bertingkat tiga melambangkan bahwa dalam usaha mencapai cita-cita haruslah dengan sistematis dan bertingkat.
·Beratap (bubungan) runcing melambangkan kesempurnaan yang telah dicapai Bertongkat 13 dan berpintu 3 melambangkan 13 kecamatan dan 3 kewedanaan.
·Rangkaian padi dan kapas dengan warna kuning emas melambangkan kemakmuran.
·Parang bungkul dan tombak dengan warna putih melambangkan sifat-sifat kepahlawanan dan berjiwa membangun.
2. Pita bertuliskan “Rakat Mufakat” dengan warna kuning emas melambangkan persatuan yang erat disertai musyawarah.
3. Warna yang dipergunakan dalam lambang Kabupaten Hulu Sungai Selatan, yaitu:
·Biru Tua melambangkan kesetiaan.
·Kuning Emas melambangkan kejayaan.
·Putih melambangkan kesucian.

Kesimpulan makna lambang Kabupaten Hulu Sungai Selatan:
·   Bunga kapas 17 berarti tanggal dari proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
·   Tiang Mesjid delapan berarti bulan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
·   Butir Padi 45 berati tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

C.  KEADAAN ALAM
Berdasarkan karakteristik wilayah Kabupaten HSS dibagi ke dalam 3 (tiga) zonasi atau tapak yaitu wilayah pegunungan, daratan dan rawa. wilayah pegeunungan terletak di bagian hulu Kabupaten seluas 19.856 Ha (11 %) dari wilayah Kabupaten, sedangkan wlayah daratan terdapat di daerah tengah dean luas 63.13 Ha (35 %)dari luas wilayah kabupaten secara keseluruhan serta bagian rawa terletak di bagian hilir dengan luas wilayah sejumlah 97.465 Ha (54 %) dari luas wilayah Kabupaten.
Secara geologis Kabupaten HSS tediri atas pegunungan yang memanjang dari timur ke selatan, namun dari arah barat ke utara merupaka dataran rendah alluvial yang terkadang berawa-rawa sehingga udaranya terasa dingin dan agak lembab. sepanjang tahun 2011 kelembaban udara berkisar antara 53 persen sampai dengan 100 persen. Rata-rata kelembaban udara terendah terjadi pada Bulan Nopember sebesar 76,5 persen sedangkan tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 87,65 persen.
Morfologi wilayah Kabupaten HSS sebagian besar berada di kelas ketinggian 0-7 meter dan kemiringan 0-2 persen. menurut kelas ketinggian dari permukaan laut 58,3 persen wilayah Kabupaten HSS berada pada ketinggian 0-7 meter dan hanya 0,9 persen berada pada ketinggian di atas 1.000 meter. Daerah dataran tinggi tersebut sebaian besar termasuk dalam jalur barisan pegunungan Meratus.berdasarkan kemiringannya 70 persen wilayah Kabupaten HSS berada pada kelas kemiringan 0-2 persen. Sedangkan 6,99 persen wilayah berada pada kemiringan lebih dari 40 persen.
Kabupaten HSS merupakan wilayah yang banyak dilalui oleh sungai-sungai, diantaranya Sungai Amandit dan Sungai Nagara serta anak-anak sungai lainnya. sungai-sungai tersebut selain berfungsi untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan memasak, akan tetapi juga befungsi sebagai jalur penghubung antar satu daerah dengan daerah lainnya.

D.  PENDUDUK
Penduduk kabupaten HSS berjumlah 213.747 jiwa (hasil estimasi Sensus penduduk  2010 oleh BPS), dengan jumlah rumah tangga sebanyak 60.285 rumah tangga. Dilihat dari kepadatan peduduknya rata-rata 1 km² luas wilayah dihuni oleh 118 jiwa.
Apabila mengacu keadaan alam Kabupaten HSS jelaslah Kabupaten ini  mayoritas luas wilayahnya rawa-rawa kemudian daratan dan pegunungan. hal ini dapat memberi dampak terhadap mata pencaharian penduduk kabupaten ini. Di daerah daratan di bagian tengah masyarakat bermata pencaharian sebagai petani sawah, pedagang dan banyak pula yang mejadi pegawai, hal ini wajar karena di daerah ini merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan Kabupaten.
Adapun masyarakat di pegunungan umumnya memanfaatkan tanah pegunungan yang ada dengan bertani huma baik padi maupun sayuran. kemudian di hutan-hutan sekitar pegunungan Meratus juga ditanami dengan karet dan kayu manis. komoditas ini menjadi komoditi andalan dari daerah pegunungan Kab. HSS yaitu Loksado yang banyak dikirim ke luar daerah.
Sedangkan di daerah Negara (Kec. Daha Utara, Daha Selatan dan Daha Barat) bersifat sangat khas karena daerahnya adalah rawa maka mereka lebih mengandalkan mata pencahariannya Menangkap ikan darat, hal ini menjadikan mereka sebagai nelayan di sepanjang Sungai Negara. Selain sebagai Nelayan penduduk Negara juga terkenal jiwa wiraswastanya yang memproduksi berbagai jenis kerajin mulai pandai besi, kerajinan kuningan, Alumunium, tanah liat, kerajinan kayu dan lain-lain. daerah ini merupakan daerah industri yang penting bagi Kalimantan selatan, karena hasil produksinya tersebar di seluruh Kalimantan Selatan bahkan ke luar provinsi.
Maka jelaslah visi dari Kabupaten HSS yaitu”Menuju Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang agropolitan dan religius (Pembangunan pertanian berbasis agroindustri dan keagamaan)” dengan bertumpu kepada masyarakat dari segala aspek kehidupannya.

E.  KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
Dalam telaah etnografi, masyarakat Kabupaten HSS dapat dikelompokkan kedalam suku Banjar yang menghuni Kalimantan selatan. Secara tajam pengelompokan tersebut dapat lagi diuraikan menjadi suku Banjar Hulu untuk membedakannya dengan suku Banjar Kuala yang mendiami pesisir Kalimantan selatan.
Secara substansial, subsuku Banjar Hulu terdiri dari dua kelompok besar yang disebut Urang Banjar Hulu dan Urang Bukit yang menghuni lereng-lereng pegunungan Meratus seperti di Kecamatan Loksado.
Juriat (Keturunan) urang Banjar Hulu dan Bubuhan urang Bukit tergolong masih serumpun. menurut legenda yang ditemukan di bubuhan urang bukit, Datung Ayuh Titis-Tutus dari Bumbu Raya Walu dari alam petilaran mempunyai seorang saudara yang bernama Bambang Basiwara. Datung Ayuh (disebut juga Pang Ayuh) adalah cikal bakal orang bukit, sementara Bambang Basiwara menurunkan jurat urang Banjar Hulu.
Urang Bukit yang mendiami kawasan Loksado menurut prof. Dr. Noerid Haloei Radam, lebih dekat dengan orang banjar hulu dbandingkan dengan orang dayak di daerah lain. mereka hidup menyatu dengan alam dan lingkup budaya yang dimiliki termasuk khas. kehidupan komunitas mereka di dalam balai dan kepedulian mereka terhadap alam dapat dilihat dalam berbagai uapacara ritual yang sifatnya magis dan sakral yang biasa dilakukan sesudah panen.
Suku Banjar yang bermukim di Kabupaten HSS masih melakukan adat istiadat mereka dalam berbagai upacara misalnya upacara daur hidup, upacara agama maupun upacara tradisional mereka. Sedangkan bagi masyarakat Bukit, upacara atau tradisi yang sering mereka lakukan adalah yang berkaitan dengan alam yaitu dari mulai membuka lahan sampai dengan panen misalnya upacara bawanang.
Pola pemukiman warga di daerah daratan adalah linier, memanjang sebelah menyebelah jalan desa. Dalam beberapa bagian terdapat pola berlapis sampai tiga lapis dengan deretan yang tidak teratur. Di kota kandangan mereka telah membangun rumah seperti halnya rumah-rumah yang ada di kota-kota besar, namun hampir banyak ditemukan dalam setiap pemukiman penduduk terdapat kuburan sanak saudara mereka.
Di daerah rawa tepatnya Negara pola pemukiman terdapat dua jenis yaitu pola pemukiman diatas air dengan rumah-rumah diatas rakit menghadap ke sungai yang dipakai sebagai prasarana hubungan lalu lintas. disamping rumah sebagai tempat tinggal terdapat pula toko-toko yang melayani kebutuhan pokok dan alat rumah tangga semua diatas rakit. bahkan terdapat warung diatas air yang disebut rombong untuk melayani masyarakat di atas air.
Pola pemukiman yang kedua adalah pemukiman di darat pola pemukiman di sini adalah mengelompok padat bersusun deret dan umumnya tidak teratur, menghadap jalan desa yang hanya berfungsi untuk pejalan kaki. umumnya rumah penduduk di sini tanpa halaman dan jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya sangat dekat bahkan berdempet.
Pola pemukiman masyarakat Bukit umumnya menyebar di lokasi perladangan mereka, tepat tinggal sifatnya hanya sementara saja karena sistem berladang pindah. Tempat tinggal terdapat di kampung induknya. kampung induk merekaa biasanya terdapat balai, yaitu rumah berbentuk segi empat panjang dengan dengan atap jurai kanan kiri, sekelilingnya atap pisang sasikat. Setiap balai biasanya dihuni puluhan KK. Selain tempat tinggal, balai juga berfungsi sebagai bangunan sakral untuk melaksanakan upacara-upacara adat seperti Aruh Ganal. Aruh Ganal adalah perayaan yang dilaksanakan masyarakat untuk mensyukuri hasil serta pelaksanaan panen. Di sekitar balai bagi yang mampu mereka mendirikan rumah secara berkelompok padat, tetapi pada saat upacara adat semua kembali ke balai untuk mengikuti acara ritual begitu juga yang tinggal di ladang.

F.   AGAMA DAN KEPERCAYAAN PENDUDUK

Dalam hal keagamaan mayoritas penduduk Kabupaten HSS penganut agama Islam. Dalam kegiatan sehari-hari pun nuansa kehidupan agamis itu tampak kental. Hal ini dapat dilihat dari lambang daerah yaitu berbentuk masjid yang merupak simbol ketaatan mereka terhadap Tuhan yang Maha Kuasa. Masyarakat yang menganut agama Islam ini adalah mereka yang berasal dari suku Banjar yang sejak dahulu terkenal sebagai penganut agama Islam yang taat. Hal ini dapat dilihat sejak pemerintahan Kolonial Belanda dahulu dari Kalimantan selatan ini sudah banyak alim ulama yang terkenal seperti Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, Datu Sanggul, Haji Abdurrahman, dan lain-lain. Di Kabupaten HSS terdapat makam para penyebar Islam yang terkenal diantaranya Datu Ahmad di Balimau, Datu Taniran, Habib Lumpangi, Habib Ibrahim dan lain-lain.
Penduduk Dayak Bukit yang bertempat tinggal di Loksado mayoritas adalah penganut kepercayaan Kaharingan, sebagian sudah ada yang menganut agama Islam atau Kristen. Sistem kepercayaan mereka masih lebih menekankan tentang konsepsi tuhan, kehidupan sesudah mati, nabi dan malaikat serta peran Balin dan pemujaan terhadap nenek moyang.
Tahun 2011 jumlah pemeluk agama di Kab HSS, Islam 209.498 jiwa, Kristen 944 jiwa, Katolik 146 jiwa, Hindu 106 jiwa, Budha 26 jiwa dan lainnya (Kaharingan) 3.027 jiwa. Jumlah tempat ibadah Mesjid berjumlah 122 buah, langgar 680 buah, gereja 2 buah dan Balai 45 buah.[2]

G. BAHASA 

Bahasa yang digunakan dalam interaksi sehari-hari baik dalam masyarakat banjar maupun urang bukit adalah bahasa banjar. Sesama orang banjar mereka menggunakan bahasa banjar. berbeda apabila mereka berinteraksi dengan orang-orang di luar suku mereka, biasanya mereka menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar komunikasi, namun seringkali terselip bahasa daerah mereka yang tampaknya sukar menggunakan bahasa Indonesia tanpa menyertakan bahasa daerah mereka.
                                           
H.  KESENIAN
Masyarakat Kab. HSS adalah bagian dari suku bangsa banjar yang sudah lama mengenal berbagai bentuk kesenian. Kesenian yang lahir dan berkembang di HSS setidaknya terbagi ke dalam dua kelompok yaitu seni klasik yang dikembangkan oleh kalangan bangsawan (istana) pada masanya dan seni rakyat (tradisional)[3]. Kesenian yang berkembang di HSS ada yang berkembang dan asli dari kabupaten HSS dan ada pula kesenian dari daerah lain yang mendapat pengaruh lokal banjar atau Hulu Sungai Selatan.
Kesenian masyarakat HSS dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam berdasarkan jenisnya seperti teater tradisional, teater tutur, tari, musik, sastra, seni rupa, seni kriya, bela diri dan lain-lain. Menjadi salah satu tugas pamong budaya untuk mendokumentasikan dan mengetahui secara jelas kesenian yang berkembang dan pernah atau masih hidup di Kab. HSS.

I.     GARIS BESAR SEJARAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

1.      Masa Penjajahan Belanda

a.       Menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178 Afdeeling Kendangan dengan ibukota Kendangan terdiri dari [4][5]:
1.   Onderafdeeling Amandit en Negara terdiri atas : Distrik Amandit
b.     Onderafdeeling Benua Ampat en Margasari terdiri atas :
c.     Onderafdeeling Batang Alai en Labooan Amas terdiri atas :

Pada masa Penjajahan Belanda, Kabupaten Hulu Sungai Selatan adalah bagian dari Afdeling Van Hoeloe Soengai yang berkedudukan di Kandangan.Afdeling Van Hoeloe Soengai terdiri dari (lima) onder afdeling, yaitu:

·         Onder Afdeling Tanjung
·         Onder Afdeling Amoentai
·         Onder Afdeling Barabai
·         Onder Afdeling Kandangan
·         Onder Afdeling Rantau

2.      Masa Penjajahan Jepang

Pemerintah bala tentara Jepang tetap mempertahankan pembagian wilayah di hulu sungai seperti pada masa penjajahan Belanda, hanya sebutannya yang diubah kedalam bahasa Jepang.  Afdeling Van Hoeloe Soengai diganti dengan Hoeloe Soengai Ken dan Pejabatnya disebut Hoeloe Soengai Ken RekenOnder Afdeling diganti menjadi Bunken Pejabatnya disebut Bunken Ken Riken.  

 

3.      Masa Kemerdekaan


a.       Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Wilayah Indonesia dibagi menjadi 8 Provinsi, sesuai Sidang Kabinet Pertama tanggal 2 September 1945 salah satu Provinsi adalah Provinsi Borneo ibukotanya Banjarmasin, sebagai Gubernurnya adalah Ir. Pangeran Moehammad Noor
b.     Tahun 1946 dengan Stb. Nomor 64 Pemerintah Hindia Belanda (yang waktu itu tidak mengakui kemerdekaan Indonesia) membagi Borneo (Kalimantan) menjadi 3 karesidenan, yaitu Residentie Zuld Borneo, Residentie Oost Borneo dan Residentie West Borneo.  Afdeling Van Hoeloe Soengai adalah bagian dari Residentie Zuld Borneo
c.     Rakyat Kalimantan terus berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia, puncaknya perjuangan rakyat melahirkan Proklamasi Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan 17 Mei 1949 di Desa Ni’ih yang ditandatangani oleh Bapak Gerilya Kalimantan dan Pahlawan Nasional kita H. Hassan Basry, isi Proklamasi tersebut antara lain menyatakan bahwa Kalimantan Selatan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Wilayah Republik Indonesia
d.     Pada 27 Desember 1949 terjadi pengakuan Pemerintah Hindia Belanda terhadap Kedaulatan Bangsa dan Negara Indonesia.  Sejak itu dibentuklah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).  Dengan berdirinya Negara RIS maka bubarlah Dewan Banjar yang dibentuk Belanda, tapi Daerah Banjar dan Van Hoeloe soengai tetap berdiri sendiri
e.     Pada Bulan April 1950 DR. Murdjani diangkat sebagai Gubernur Kalimantan.  Kemudian karena UU 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah belum dapat sepenuhnya dilaksanakan, maka untuk sementara melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 29 Juni 1950 Nomor C 17 / 15 wilayah Kalimantan dibagi menjadi 6 Kabupaten Administratif dan 3 Swapraja. Salah satu diantaranya Afdeling Van Hoeloe Soengai dibentuk menjadi Kabupaten Hulu Sungai dangan ibukota Kandangan
f.      Pembagian wilayah administratif tersebut tidak memuaskan rakyat karena yang diinginkan adalah terbentuknya Kabupaten Otonomi sesuai UU 22 Tahun 1948.  Untuk itu sebagai langkah darurat Gubernur Kalimantan mengeluarkan Keputusan tanggal 14 Agustus 1950 Nomor 186/OPB/92/14 yang menetapkan peraturan sementara tentang pembagian daerah-daerah otonom Kabupaten dan daerah-daerah otonom setingkat Kabupaten.  Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang semula bersifat administratif  menjadi Kabupaten Otonom.  Keadaan ini terus berlangsung meskipun tanggal 17 Agustus 1950 terjadi perubahan ketatanegaraan dari Negara RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia
g.     Pada tanggal 2 Desember 1950 Gubernur Kalimantan melantik Syarkawi sebagai pejabat pertama Bupati Hulu Sungai.  Selanjutnya dibentuk pula Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara (DPRDS) yang berjumlah 36 orang, diketuai Djantera dan wakilnya Basuni Taufik.  Dari 36 anggota DPRDS tersebut dipilih secara berimbang 5 orang menjadi anggota Dewan Pemerintah Daerah Sementara (DPDS), yaitu H. Murham, H. Darham Hidayat, Abdul Hamidhan, Basjuria dan Hasbullah yang ditetapkan dalam sidang DPRDS tanggal 9 Desember 1950
h.     Pada tanggal 16 Nopember 1951 dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Pemb. 20 / 1 / 47 Kabupaten Hulu Sungai dimekarkan menjadi 2, yaitu : Kabupaten Kandangan dengan ibukotanya Kandangan meliputi Kewedanaan Tapin, Amandit, Nagara dan Barabai, sedang Kabupaten Amuntai dengan ibukotanya Amuntai, meliputi Kawedanaan Alabio, Amuntai, Balangan dan Tabalong, jabatan Kepala Daerah Kabupaten Kandangan tetap Syarkawi
i.       Dengan UU Darurat No. 3 Tahun 1953 (Lembaran Negara Tahun 1953 No. 9) Wilayah Provinsi Kalimantan dibentuk 13 Kabupaten Otonom, 2 Kota Besar dan 3 Daerah Istimewa Tingkat II.  Berdasarkan Undang – Undang itu Kabupaten Kandangan dibentuk (diubah) namanya jadi Kabupaten Hulu Sungai Selatan dengan ibukotanya Kandangan
j.      Dengan berlakunya UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 6), Kabupaten Hulu Sungai Selatan harusnya menjadi Daerah Swatantra Tingkat II (Daswati II) Hulu Sungai Selatan, tapi karena dalam masa peralihan dimana waktu itu dikenal adanya Pemerintah Peralihan, maka Kabupaten Hulu Sungai Selatan diberi nama Dewan Pemerintah Daerah Peralihan Tingkat II Hulu Sungai Selatan
k.     Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 tentang Pemerintah Daerah dan Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960 tentang DPRD GR dan Sekretariat Daerah, menggabungkan tugas pemerintah umum di daerah dengan tugas pemerintah daerah ditangan seorang Kepala Daerah.  Istilah Daerah Swatantra Tingkat II Hulu Sungai Selatan menjadi Daerah Tingkat II Hulu Sungai Selatan
l.       Sejak diberlakukannya UU  Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, maka sebutan menjadi Kabupaten daerah Tingkat II Hulu Sungai Selatan juga disesuaikan menjadi Kabupaten Hulu Sungai Selatan



[1] Sumber Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Hulu sungai selatan.
[2]Kantor kementerian Agama Kab. HSS
[3] Aliman s yahrani “menjemba Jejak berlari dindang ligun Karasmin Hulu sungai selatan, HSS :2012 hlm. viii
[4] Noerid Haloei Radam Religi orang bukit Yogyakarta :semesta2001 hlm.106
[5] Saleh, Idwar; Sejarah Daerah Tematis Zaman Kebangkitan Nasional (1900-1942) di Kalimantan Selatan, Depdikbud, Jakarta, 1986.

Tidak ada komentar: