DESKRIPSI
WILAYAH KERJA
KABUPATEN
HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
A. LOKASI
Kabupaten Hulu Sungai Selatan adalah salah satu Kabupaten di Kalimantan Selatan. Ibukota sekaligus pusat pemerintahan terletak di Kandangan. Hulu Sungai Selatan memiliki luas sekitar 1.804.94 km² dan
berpenduduk sekitar 213.747 jiwa (hasil estimasi Penduduk
2011 hasil SP 2010)[1].
Secara geografis
letak kabupaten HSS terletak 135 km arah utara Banjarmasin ibukota Kalsel.
Adapun batas wilayahnya sebagai berikut:
Secara astronomis letak Kabupaten HSS berada pada -02°29’59”sampai dengan -02°56’10” Lintang Selatan dan 114°51’19”sampai dengan 115°36’19” Bujur Timur.
Kabupaten
HSS berada di pertengahan Provinsi Kalimantan Selatan dan ditetapkan sebagai
pusat dari pengembangan Sub Wilayah Banua Lima yaitu Kabupatn Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu
Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, dan Tabalong. namun sekarang berubah mejadi
Banua Enam ditambah Kabupaten Balangan. Daerah ini merupakan daerah yang
dilalui jalur trans
Kalimantan menuju Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Kabupaten
HSS juga merupakan salah satu hinterland dari kawasan pengembangan Ekonomi
Terpadu (KAPET) Batulicin, yaitu dengan dibangunnya jalan transportasi darat
poros Kandangan-Batulicin (Kabupaten Tanah Bumbu).
Kabupaten HSS terbagi menjadi
sebelas kecamatan yaitu Padang Batung, Telaga Langsat, Loksado, Angkinang,
Kandangan, Sungai Raya, Simpr, Kalumpang, Daha Barat, Daha Utara, dan Daha
Selatan. Kecamatan Loksado merupakan kecamatan terluas yaitu memiliki luas
338,89 km² atau 1,78 persen dari wilayah Kabupaten HSS, sementara kecamatan
yang paling kecil adalah Kecaatan Telaga langsat yang memiliki luas 58,08 km²
atau 3,22 persen dari wilayah Kabupaten HSS.
Sebuah
perisai bersudut lima dengan warna biru tua:
·
Sudut
lima melambangkan Dasar Negara Pancasila
·
Perisai
melambangkan kewaspadaan
·
Di
dalam perisai tersebut terdapat lukisan-lukisan
1.
Mesjid bertingkat tiga, beratap (bubungan) runcing, tongkat sebanyak 13 buah
dan pintu sebanyak 3 buah dengan warna putih :
·Mesjid melambangkan keagamaan yang sudah menjadi watak dari
Rakyat Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan kerukunan serta musyawarah.
·Bertingkat tiga melambangkan bahwa dalam usaha mencapai
cita-cita haruslah dengan sistematis dan bertingkat.
·Beratap (bubungan) runcing melambangkan kesempurnaan yang
telah dicapai Bertongkat 13 dan berpintu 3 melambangkan 13 kecamatan dan 3
kewedanaan.
·Rangkaian padi dan kapas dengan warna kuning emas
melambangkan kemakmuran.
·Parang bungkul dan tombak dengan warna putih melambangkan
sifat-sifat kepahlawanan dan berjiwa membangun.
2.
Pita bertuliskan “Rakat Mufakat” dengan warna kuning emas melambangkan
persatuan yang erat disertai musyawarah.
3. Warna
yang dipergunakan dalam lambang Kabupaten Hulu Sungai Selatan, yaitu:
·Biru Tua melambangkan kesetiaan.
·Kuning Emas melambangkan kejayaan.
·Putih melambangkan kesucian.
Kesimpulan makna lambang Kabupaten
Hulu Sungai Selatan:
·
Bunga
kapas 17 berarti tanggal dari proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
·
Tiang
Mesjid delapan berarti bulan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
·
Butir
Padi 45 berati tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
C. KEADAAN ALAM
Berdasarkan karakteristik wilayah
Kabupaten HSS dibagi ke dalam 3 (tiga) zonasi atau tapak yaitu wilayah
pegunungan, daratan dan rawa. wilayah pegeunungan terletak di bagian hulu
Kabupaten seluas 19.856 Ha (11 %) dari wilayah Kabupaten, sedangkan wlayah
daratan terdapat di daerah tengah dean luas 63.13 Ha (35 %)dari luas wilayah
kabupaten secara keseluruhan serta bagian rawa terletak di bagian hilir dengan
luas wilayah sejumlah 97.465 Ha (54 %) dari luas wilayah Kabupaten.
Secara geologis Kabupaten HSS tediri
atas pegunungan yang memanjang dari timur ke selatan, namun dari arah barat ke
utara merupaka dataran rendah alluvial yang terkadang berawa-rawa sehingga
udaranya terasa dingin dan agak lembab. sepanjang tahun 2011 kelembaban udara
berkisar antara 53 persen sampai dengan 100 persen. Rata-rata kelembaban udara
terendah terjadi pada Bulan Nopember sebesar 76,5 persen sedangkan tertinggi
terjadi pada bulan April sebesar 87,65 persen.
Morfologi wilayah Kabupaten HSS
sebagian besar berada di kelas ketinggian 0-7 meter dan kemiringan 0-2 persen.
menurut kelas ketinggian dari permukaan laut 58,3 persen wilayah Kabupaten HSS
berada pada ketinggian 0-7 meter dan hanya 0,9 persen berada pada ketinggian di
atas 1.000 meter. Daerah dataran tinggi tersebut sebaian besar termasuk dalam
jalur barisan pegunungan Meratus.berdasarkan kemiringannya 70 persen wilayah
Kabupaten HSS berada pada kelas kemiringan 0-2 persen. Sedangkan 6,99 persen
wilayah berada pada kemiringan lebih dari 40 persen.
Kabupaten HSS merupakan wilayah yang
banyak dilalui oleh sungai-sungai, diantaranya Sungai Amandit dan Sungai Nagara
serta anak-anak sungai lainnya. sungai-sungai tersebut selain berfungsi untuk
keperluan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan memasak, akan tetapi juga
befungsi sebagai jalur penghubung antar satu daerah dengan daerah lainnya.
D. PENDUDUK
Penduduk
kabupaten HSS berjumlah 213.747 jiwa (hasil estimasi Sensus penduduk 2010 oleh BPS), dengan jumlah rumah tangga
sebanyak 60.285 rumah tangga. Dilihat dari kepadatan peduduknya rata-rata 1 km²
luas wilayah dihuni oleh 118 jiwa.
Apabila
mengacu keadaan alam Kabupaten HSS jelaslah Kabupaten ini mayoritas luas wilayahnya rawa-rawa kemudian
daratan dan pegunungan. hal ini dapat memberi dampak terhadap mata pencaharian
penduduk kabupaten ini. Di daerah daratan di bagian tengah masyarakat bermata
pencaharian sebagai petani sawah, pedagang dan banyak pula yang mejadi pegawai,
hal ini wajar karena di daerah ini merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan
Kabupaten.
Adapun masyarakat
di pegunungan umumnya memanfaatkan tanah pegunungan yang ada dengan bertani huma
baik padi maupun sayuran. kemudian di hutan-hutan sekitar pegunungan Meratus
juga ditanami dengan karet dan kayu manis. komoditas ini menjadi komoditi andalan
dari daerah pegunungan Kab. HSS yaitu Loksado yang banyak dikirim ke luar
daerah.
Sedangkan di
daerah Negara (Kec. Daha Utara, Daha Selatan dan Daha Barat) bersifat sangat
khas karena daerahnya adalah rawa maka mereka lebih mengandalkan mata
pencahariannya Menangkap ikan darat, hal ini menjadikan mereka sebagai nelayan
di sepanjang Sungai Negara. Selain sebagai Nelayan penduduk Negara juga
terkenal jiwa wiraswastanya yang memproduksi berbagai jenis kerajin mulai
pandai besi, kerajinan kuningan, Alumunium, tanah liat, kerajinan kayu dan
lain-lain. daerah ini merupakan daerah industri yang penting bagi Kalimantan
selatan, karena hasil produksinya tersebar di seluruh Kalimantan Selatan bahkan
ke luar provinsi.
Maka
jelaslah visi dari Kabupaten HSS yaitu”Menuju Kabupaten Hulu Sungai Selatan
yang agropolitan dan religius (Pembangunan pertanian berbasis agroindustri dan
keagamaan)” dengan bertumpu kepada masyarakat dari segala aspek kehidupannya.
E. KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
Dalam telaah etnografi, masyarakat Kabupaten HSS
dapat dikelompokkan kedalam suku Banjar yang menghuni Kalimantan selatan. Secara
tajam pengelompokan tersebut dapat lagi diuraikan menjadi suku Banjar Hulu
untuk membedakannya dengan suku Banjar Kuala yang mendiami pesisir Kalimantan
selatan.
Secara substansial, subsuku Banjar Hulu terdiri dari
dua kelompok besar yang disebut Urang Banjar Hulu dan Urang Bukit yang menghuni
lereng-lereng pegunungan Meratus seperti di Kecamatan Loksado.
Juriat (Keturunan) urang Banjar Hulu dan Bubuhan
urang Bukit tergolong masih serumpun. menurut legenda yang ditemukan di bubuhan
urang bukit, Datung Ayuh Titis-Tutus dari Bumbu Raya Walu dari alam petilaran
mempunyai seorang saudara yang bernama Bambang Basiwara. Datung Ayuh (disebut
juga Pang Ayuh) adalah cikal bakal orang bukit, sementara Bambang Basiwara
menurunkan jurat urang Banjar Hulu.
Urang Bukit yang mendiami kawasan Loksado menurut
prof. Dr. Noerid Haloei Radam, lebih dekat dengan orang banjar hulu dbandingkan
dengan orang dayak di daerah lain. mereka hidup menyatu dengan alam dan lingkup
budaya yang dimiliki termasuk khas. kehidupan komunitas mereka di dalam balai
dan kepedulian mereka terhadap alam dapat dilihat dalam berbagai uapacara ritual
yang sifatnya magis dan sakral yang biasa dilakukan sesudah panen.
Suku Banjar yang bermukim di Kabupaten HSS masih
melakukan adat istiadat mereka dalam berbagai upacara misalnya upacara daur
hidup, upacara agama maupun upacara tradisional mereka. Sedangkan bagi
masyarakat Bukit, upacara atau tradisi yang sering mereka lakukan adalah yang
berkaitan dengan alam yaitu dari mulai membuka lahan sampai dengan panen
misalnya upacara bawanang.
Pola pemukiman warga di daerah daratan adalah
linier, memanjang sebelah menyebelah jalan desa. Dalam beberapa bagian terdapat
pola berlapis sampai tiga lapis dengan deretan yang tidak teratur. Di kota
kandangan mereka telah membangun rumah seperti halnya rumah-rumah yang ada di
kota-kota besar, namun hampir banyak ditemukan dalam setiap pemukiman penduduk
terdapat kuburan sanak saudara mereka.
Di daerah rawa tepatnya Negara pola pemukiman
terdapat dua jenis yaitu pola pemukiman diatas air dengan rumah-rumah diatas
rakit menghadap ke sungai yang dipakai sebagai prasarana hubungan lalu lintas.
disamping rumah sebagai tempat tinggal terdapat pula toko-toko yang melayani
kebutuhan pokok dan alat rumah tangga semua diatas rakit. bahkan terdapat
warung diatas air yang disebut rombong untuk melayani masyarakat di atas air.
Pola pemukiman yang kedua adalah pemukiman di darat
pola pemukiman di sini adalah mengelompok padat bersusun deret dan umumnya
tidak teratur, menghadap jalan desa yang hanya berfungsi untuk pejalan kaki.
umumnya rumah penduduk di sini tanpa halaman dan jarak antara satu rumah dengan
rumah lainnya sangat dekat bahkan berdempet.
Pola pemukiman masyarakat Bukit umumnya menyebar di
lokasi perladangan mereka, tepat tinggal sifatnya hanya sementara saja karena sistem
berladang pindah. Tempat tinggal terdapat di kampung induknya. kampung induk
merekaa biasanya terdapat balai, yaitu rumah berbentuk segi empat panjang
dengan dengan atap jurai kanan kiri, sekelilingnya atap pisang sasikat. Setiap balai
biasanya dihuni puluhan KK. Selain tempat tinggal, balai juga berfungsi sebagai
bangunan sakral untuk melaksanakan upacara-upacara adat seperti Aruh Ganal. Aruh Ganal adalah perayaan
yang dilaksanakan masyarakat untuk mensyukuri hasil serta pelaksanaan panen. Di
sekitar balai bagi yang mampu mereka mendirikan rumah secara berkelompok padat,
tetapi pada saat upacara adat semua kembali ke balai untuk mengikuti acara
ritual begitu juga yang tinggal di ladang.
F. AGAMA DAN KEPERCAYAAN PENDUDUK
Dalam hal keagamaan mayoritas penduduk Kabupaten HSS
penganut agama Islam. Dalam kegiatan sehari-hari pun nuansa kehidupan agamis
itu tampak kental. Hal ini dapat dilihat dari lambang daerah yaitu berbentuk
masjid yang merupak simbol ketaatan mereka terhadap Tuhan yang Maha Kuasa. Masyarakat
yang menganut agama Islam ini adalah mereka yang berasal dari suku Banjar yang
sejak dahulu terkenal sebagai penganut agama Islam yang taat. Hal ini dapat
dilihat sejak pemerintahan Kolonial Belanda dahulu dari Kalimantan selatan ini
sudah banyak alim ulama yang terkenal seperti Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari,
Datu Sanggul, Haji Abdurrahman, dan lain-lain. Di Kabupaten HSS terdapat makam
para penyebar Islam yang terkenal diantaranya Datu Ahmad di Balimau, Datu
Taniran, Habib Lumpangi, Habib Ibrahim dan lain-lain.
Penduduk Dayak Bukit yang bertempat tinggal di Loksado
mayoritas adalah penganut kepercayaan Kaharingan, sebagian sudah ada yang
menganut agama Islam atau Kristen. Sistem kepercayaan mereka masih lebih
menekankan tentang konsepsi tuhan, kehidupan sesudah mati, nabi dan malaikat
serta peran Balin dan pemujaan terhadap nenek moyang.
Tahun 2011 jumlah pemeluk agama di Kab HSS, Islam 209.498
jiwa, Kristen 944 jiwa, Katolik 146 jiwa, Hindu 106 jiwa, Budha 26 jiwa dan
lainnya (Kaharingan) 3.027 jiwa. Jumlah tempat ibadah Mesjid berjumlah 122
buah, langgar 680 buah, gereja 2 buah dan Balai 45 buah.[2]
G. BAHASA
Bahasa yang digunakan dalam interaksi sehari-hari
baik dalam masyarakat banjar maupun urang bukit adalah bahasa banjar. Sesama orang
banjar mereka menggunakan bahasa banjar. berbeda apabila mereka berinteraksi
dengan orang-orang di luar suku mereka, biasanya mereka menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar komunikasi, namun seringkali terselip bahasa daerah
mereka yang tampaknya sukar menggunakan bahasa Indonesia tanpa menyertakan bahasa
daerah mereka.
H. KESENIAN
Masyarakat Kab. HSS adalah bagian dari suku bangsa
banjar yang sudah lama mengenal berbagai bentuk kesenian. Kesenian yang lahir
dan berkembang di HSS setidaknya terbagi ke dalam dua kelompok yaitu seni klasik
yang dikembangkan oleh kalangan bangsawan (istana) pada masanya dan seni rakyat
(tradisional)[3].
Kesenian yang berkembang di HSS ada yang berkembang dan asli dari kabupaten HSS
dan ada pula kesenian dari daerah lain yang mendapat pengaruh lokal banjar atau
Hulu Sungai Selatan.
Kesenian masyarakat HSS dapat dikelompokkan menjadi
beberapa macam berdasarkan jenisnya seperti teater tradisional, teater tutur,
tari, musik, sastra, seni rupa, seni kriya, bela diri dan lain-lain. Menjadi salah
satu tugas pamong budaya untuk mendokumentasikan dan mengetahui secara jelas
kesenian yang berkembang dan pernah atau masih hidup di Kab. HSS.
I. GARIS BESAR SEJARAH KABUPATEN HULU
SUNGAI SELATAN
1. Masa Penjajahan Belanda
a. Menurut
Staatblaad tahun 1898 no. 178 Afdeeling
Kendangan dengan ibukota Kendangan terdiri dari [4][5]:
Pada masa
Penjajahan Belanda, Kabupaten Hulu Sungai Selatan adalah bagian dari Afdeling Van Hoeloe Soengai yang berkedudukan di Kandangan.Afdeling
Van Hoeloe Soengai terdiri
dari (lima) onder afdeling,
yaitu:
·
Onder
Afdeling Tanjung
·
Onder
Afdeling Amoentai
·
Onder
Afdeling Barabai
·
Onder
Afdeling Kandangan
·
Onder
Afdeling Rantau
2.
Masa Penjajahan Jepang
Pemerintah bala tentara Jepang tetap mempertahankan pembagian wilayah di
hulu sungai seperti pada masa penjajahan Belanda, hanya sebutannya yang diubah
kedalam bahasa Jepang. Afdeling Van
Hoeloe Soengai diganti dengan Hoeloe
Soengai Ken dan Pejabatnya disebut Hoeloe
Soengai Ken Reken. Onder
Afdeling diganti menjadi Bunken
Pejabatnya disebut Bunken Ken Riken.
3.
Masa Kemerdekaan
a.
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Wilayah Indonesia dibagi menjadi 8
Provinsi, sesuai Sidang Kabinet Pertama tanggal 2 September 1945 salah satu Provinsi
adalah Provinsi Borneo ibukotanya Banjarmasin, sebagai Gubernurnya adalah Ir.
Pangeran Moehammad Noor
b.
Tahun
1946 dengan Stb. Nomor 64 Pemerintah Hindia Belanda (yang waktu itu tidak
mengakui kemerdekaan Indonesia) membagi Borneo (Kalimantan) menjadi 3
karesidenan, yaitu Residentie Zuld Borneo, Residentie Oost Borneo dan
Residentie West Borneo. Afdeling Van Hoeloe Soengai adalah bagian dari
Residentie Zuld Borneo
c.
Rakyat
Kalimantan terus berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia, puncaknya perjuangan
rakyat melahirkan Proklamasi Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan
Kalimantan 17 Mei 1949 di Desa Ni’ih yang ditandatangani oleh Bapak Gerilya
Kalimantan dan Pahlawan Nasional kita H. Hassan Basry, isi Proklamasi tersebut
antara lain menyatakan bahwa Kalimantan Selatan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Wilayah Republik Indonesia
d.
Pada
27 Desember 1949 terjadi pengakuan Pemerintah Hindia Belanda terhadap
Kedaulatan Bangsa dan Negara Indonesia. Sejak itu dibentuklah Negara
Republik Indonesia Serikat (RIS). Dengan berdirinya Negara RIS maka
bubarlah Dewan Banjar yang dibentuk Belanda, tapi Daerah Banjar dan Van Hoeloe
soengai tetap berdiri sendiri
e.
Pada
Bulan April 1950 DR. Murdjani diangkat sebagai Gubernur Kalimantan.
Kemudian karena UU 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah belum dapat
sepenuhnya dilaksanakan, maka untuk sementara melalui Keputusan Menteri Dalam
Negeri tanggal 29 Juni 1950 Nomor C 17 / 15 wilayah Kalimantan dibagi
menjadi 6 Kabupaten Administratif dan 3 Swapraja. Salah satu diantaranya
Afdeling Van Hoeloe Soengai dibentuk menjadi Kabupaten Hulu Sungai dangan
ibukota Kandangan
f.
Pembagian
wilayah administratif tersebut tidak memuaskan rakyat karena yang diinginkan
adalah terbentuknya Kabupaten Otonomi sesuai UU 22 Tahun 1948. Untuk itu
sebagai langkah darurat Gubernur Kalimantan mengeluarkan Keputusan tanggal 14
Agustus 1950 Nomor 186/OPB/92/14 yang menetapkan peraturan sementara tentang
pembagian daerah-daerah otonom Kabupaten dan daerah-daerah otonom setingkat Kabupaten.
Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang semula bersifat administratif
menjadi Kabupaten Otonom. Keadaan ini terus berlangsung meskipun
tanggal 17 Agustus 1950 terjadi perubahan ketatanegaraan dari Negara RIS
menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia
g.
Pada
tanggal 2 Desember 1950 Gubernur Kalimantan melantik Syarkawi sebagai pejabat
pertama Bupati Hulu Sungai. Selanjutnya dibentuk pula Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Sementara (DPRDS) yang berjumlah 36 orang, diketuai Djantera dan
wakilnya Basuni Taufik. Dari 36 anggota DPRDS tersebut dipilih secara
berimbang 5 orang menjadi anggota Dewan Pemerintah Daerah Sementara (DPDS),
yaitu H. Murham, H. Darham Hidayat, Abdul Hamidhan, Basjuria dan Hasbullah yang
ditetapkan dalam sidang DPRDS tanggal 9 Desember 1950
h.
Pada
tanggal 16 Nopember 1951 dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Pemb. 20 /
1 / 47 Kabupaten Hulu Sungai dimekarkan menjadi 2, yaitu : Kabupaten Kandangan
dengan ibukotanya Kandangan meliputi Kewedanaan Tapin, Amandit, Nagara dan
Barabai, sedang Kabupaten Amuntai dengan ibukotanya Amuntai, meliputi
Kawedanaan Alabio, Amuntai, Balangan dan Tabalong, jabatan Kepala Daerah
Kabupaten Kandangan tetap Syarkawi
i.
Dengan
UU Darurat No. 3 Tahun 1953 (Lembaran Negara Tahun 1953 No. 9) Wilayah Provinsi
Kalimantan dibentuk 13 Kabupaten Otonom, 2 Kota Besar dan 3 Daerah Istimewa
Tingkat II. Berdasarkan Undang – Undang itu Kabupaten Kandangan dibentuk
(diubah) namanya jadi Kabupaten Hulu Sungai Selatan dengan ibukotanya Kandangan
j.
Dengan
berlakunya UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1957 No. 6), Kabupaten Hulu Sungai Selatan harusnya
menjadi Daerah Swatantra Tingkat II (Daswati II) Hulu Sungai Selatan, tapi
karena dalam masa peralihan dimana waktu itu dikenal adanya Pemerintah
Peralihan, maka Kabupaten Hulu Sungai Selatan diberi nama Dewan Pemerintah
Daerah Peralihan Tingkat II Hulu Sungai Selatan
k.
Penetapan
Presiden No. 6 Tahun 1959 tentang Pemerintah Daerah dan Penetapan Presiden No.
5 Tahun 1960 tentang DPRD GR dan Sekretariat Daerah, menggabungkan tugas
pemerintah umum di daerah dengan tugas pemerintah daerah ditangan seorang
Kepala Daerah. Istilah Daerah Swatantra Tingkat II Hulu Sungai Selatan
menjadi Daerah Tingkat II Hulu Sungai Selatan
l.
Sejak diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah,
maka sebutan menjadi Kabupaten daerah Tingkat II Hulu Sungai Selatan juga
disesuaikan menjadi Kabupaten Hulu Sungai Selatan
[1]
Sumber Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Hulu sungai selatan.
[2]Kantor
kementerian Agama Kab. HSS
[3]
Aliman s yahrani “menjemba Jejak berlari dindang ligun Karasmin Hulu sungai
selatan, HSS :2012 hlm. viii
[4]
Noerid Haloei Radam Religi orang bukit Yogyakarta :semesta2001 hlm.106
[5]
Saleh,
Idwar; Sejarah Daerah Tematis Zaman Kebangkitan Nasional (1900-1942) di
Kalimantan Selatan, Depdikbud, Jakarta, 1986.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar